Wed Dec 2019 2 years ago

Jurus Anies Tata Tanah Abang, Siapa yang Diuntungkan?

Suasana aktivitas di Jalan Jati Baru Raya, Jakarta, Jumat (22/12). Terkait penataan PKL, Pemprov DKI Jakarta mulai menutup sepanjang jalan di depan Stasiun Tanah Abang pukul 08.00-18.00 WIB. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)


Jakarta - Sebanyak 400 pedagang kaki lima (PKL) kembali menduduki separuh Jalan Jati Baru Raya, Cideng, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Ratusan tenda merah berdiri tegak sedari pagi. Kali ini, tanpa rasa takut akan digusur.

 

Ya, mulai Jumat 22 Desember 2017, PKL halal berdagang di kawasan Tanah Abang. Gubernur DKI Jakarta Anies Baswesdan memperbolehkan menjajakan dagangannya. Bahkan, dia lah yang memberikan tenda seragam.

 

Alasannya, Anies ingin mengakomodasi kepentingan semua pihak. Termasuk kepentingan para PKL ini.

 

PKL pun bersuka cita. Lapak dan tenda mereka dapatkan secara gratis. Nantinya pun tidak ada retribusi. Sebut saja Sherli (50). Dia merupakan satu PKL yang beruntung mendapat jatah tenda dari Pemprov DKI. Sedari pagi, senyum terus membingkai wajahnya saat memindahkan barang dagangannya ke tenda merah di depan Stasiun Tanah Abang.

 

Dia bersyukur tak lagi harus berkejar-kejaran dengan petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) saat mencari nafkah.

 

Pemerintah Provinsi DKI juga merekayasa lalu lintas setiap hari, dari pukul 08.00-18.00 WIB. Untuk memfasilitasi mereka, maka satu ruas jalan sepanjang 400 meter di depan Stasiun Tanah Abang lama, akan ditutup agar PKL bisa berdagang.

 

Namun, kebijakan Anies ini membuat sebagian pedagang menjerit. Mereka adalah pedagang yang berada di dalam pasar dan menyewa kios.

 

Pedagang Blok G, Yeni (52), mengaku bingung bagaimana nasib para pedagang yang berada di kios resmi di dalam blok-blok pasar Tanah Abang.

 

"Kecewa besar ya, saya merasa gubernur sekarang PKL ditata, yang kita mau dikemanakan Pak Gubernur?" ujar Yeni di Tanah Abang, Jumat (22/12/2017).

 

Bila PKL diresmikan, Taufik, seorang pedagang Blok G, menyebut dagangan para penjual di toko atau kios otomatis akan sepi.

 

"Kalau diresmikan PKL-nya, kita tambah sepi. Kita bingung, kita semrawut, ke Blok G akses juga kesulitan," kata Taufik.

 

Komisioner Ombudsman Adrianus Meliala menilai 'pelegalan' PKL berjualan di jalanan di Tanah Abang, sah-sah saja. Asal dengan catatan, dasar hukumnya jelas.

 

"Berdasarkan langkah berbeda yang diambil Anies ini biarlah. Sepanjang regulasinya disesuaikan, dengan kata lain perdanya disesuaikan, maka kebijakan tersebut menjadi sah, akhirnya menjadi legal," kata Adrianus kepada Liputan6.com saat ditemui di Hotel Aryaduta Jakarta, Jumat.

 

Namun, Anies tetap harus mengevaluasi kebijakannya ini dalam waktu tertentu. Jika ada indikasi 'jurus' ini gagal, maka harus ditinjau ulang.

 

"Oke lah sebagai transisi silakan dicoba, tapi jika ada indikasi-indikasi di mana gagal atau DPRD-nya tidak setuju, maka harus di-review," Adrianus menjelaskan.

 

Oleh karena itu, dia berharap, DPRD juga aktif mengawasi. Jika sampai tahun depan persoalan dasar hukum ini belum terselesaikan, lanjut dia, Ombudsman akan turun tangan. 

 

"Mungkin pada tahun depan, jika sampai saat itu belum ada dasar hukumnya lagi yang memadai, kami akan masuk kembali (mengurusi persoalan ini)," ujar Adrianus.

 

Pengamat perkotaan dari Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, juga menilai tidak ada salahnya memberi kesempatan kepada cara Anies untuk menata Tanah Abang. Terlebih, kata dia, ini hanyalah konsep sementara. Karena, Tanah Abang akan dikembangkan menjadi transit oriented development (TOD).

 

Selain itu, "cara ini sudah lazim dilakukan di beberapa negara. Sebagai contoh di Hong Kong, ada namanya Ladies Market, pasar PKL yang menutup jalan pada jam tertentu. Nah, mungkin Tanah Abang akan dikembangkan juga sebagai destinasi wisata. Jika Tanah Abang dapat 'ditertibkan', maka ini akan menjadi ikon baru untuk Jakarta," kata Yayat. 

 

Namun pengamat tata kota Nirwono Joga mengingatkan, untuk menata sebuah kawasan tidak bisa hanya memperhatikan satu cakupan. Ketika berbicara soal penataan Tanah Abang, tidak bisa hanya melihat dari sisi PKL.

 

"Penyelesaiannya, harusnya penataan secara keseluruhan wilayah Tanah Abang. Jangan penyelesaian parsial. Nah, dalam pelaksanaannya dilakukan bertahap, boleh. Penataan keseluruhan ini meliputi PKL, pasarnya itu sendiri, stasiun, penataan pemukiman kumuh, dan transportasi misalkan. Apa yang sekarang ini dilakukan itu parsial," ujar Nirwono joga.

 

Dikutip dari Liputan6.com